BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Tuesday, November 30, 2010

Penyelesaian Atau Penambah Masalah?
www.iluvislam.com
Oleh : safiyyah_hatim
Editor : arisHa27

InsyaAllah saya akan berkongsi berkenaan isu gejala zina dan isu pembuangan bayi. Sebagai seseorang yang melihat daripada jauh dan hanya membacanya di dada akhabar menjadikan saya agak gerun dan sedih. Melihat keadaan masyarakat kini yang masih di dalam keadaan terumbang ambing dengan arus kehidupan yang makin mencabar. Saya yakin ada dalam kalangan kita yang sudah jemu apabila isu buang bayi ini sering kali dipaparkan di media massa.

Bilangan kes yang berlaku semakin meningkat dan kebanyakkannya melibatkan remaja-remaja di bawah umur. Kadangkala saya terfikir, mungkin bilangan kes yang dinyatakan itu sebenarnya tidak menggambarkan bilangan sebenar. Mungkin sahaja bilangannya adalah lebih tinggi. Jika benar, maka sebenarnya masyarakat kita semakin parah.

Andai kita melihat kemalangan jalan raya berlaku di hadapan mata kita, tentu kita terfikir, apalah nasib orang yang cedera parah itu. Ada dua sahaja kemungkinannya. Sama ada hidup dan mati. Dua pilihan ini yang kita nampak. Tapi bagaimana jika rohani manusia itu rosak? Bolehkah kita samakan bahawa individu ini akan terus hidup atau pilihannya mati sahaja?

Berurusan dengan manusia memerlukan sentuhan rohani. Saya sendiri pernah melawat tempat perlindungan remaja muslimat yang sudah terlanjur dan sedang menunggu masa untuk melahirkan bayi. Saya lihat wajah keanak-anakkan pada mereka. Mereka masih terlalu muda untuk merasai fitrah menjadi seorang ibu. Di kala kawan-kawan yang lain sibuk belajar, mereka sedang bersedia untuk melahirkan anak. Kasihan. Itu yang mampu saya katakan. Mungkin mereka tidak merasakan apa yang saya rasa. Saya sedih memikirkan punca kejadian seumpanya.

Bila ada pihak yang mencadangkan agar remaja yang terlanjur ini dikahwinkan, saya hanya menggelengkan kepala. Penyelesaian kepada "presenting problem" mungkin tidak akan menyelesaikan "root cause". Seakannya membelikan barang mainan kepada anak yang menangis di pasar malam hanya menjadikan mereka lebih suka menggunakan "trick"tersebut untuk mencapai keiginan mereka pada masa akan datang.


" Kahwin memang penyelesaian yang mudah. Namun, adakah remaja ini bersedia dengan tanggungjawab yang bakal dipikul sesudah kelahiran bayi mereka nanti? "

Persoalan kedua ;

" Andai tidak dikahwinkan, adakah si lelaki akan bertanggungjawab kepada bayi yang dikandung pasangan mereka? "

Persoalan ketiga ;

" Adakah pembinaan rumah perlindungan memberikan kebaikan melebihi keburukan dengan memberi "ruang" untuk terus-terusan melakukan kesalahan? "

" Adakah penyesalan yang dituntut selepas tinggal di rumah perlindungan ini benar-benar terzahir dari sudut perbuatan? "

" Adakah remaja-remaja ini benar-benar berubah? "


Saya bukanlah orang yang layak menilai perbuatan orang lain. Saya sedar khilaf saya sebagai manusia biasa yang tidak terlepas dari melakukan kesilapan. Namun, sewajarnya setiap pendekatan yang diambil terarah kepada penyelesaian masalah pokok. Ya, keimanan kepada Allah. Jika dilihat remaja kini, bagaimana mereka? adakah mencukupi ilmu aqidah yang diajar selama ini. Bukan niat saya untuk menyalahkan guru agama, jauh sekali tidak menghargai usaha mereka yang bersungguh -sungguh memahamkan pelajar tentang konsep ketuhanan. Namun, perkara ini perlu diletakkan sebagai perkara utama.

Keteguhan iman kepada Allah membendung manusia dari terhanyut dalam keseronokan dunia. Saya sedar bukan sedikit dugaan dan godaan dunia luar. Namun, saya percaya keimanan yang mantap dan yakin bahawa setiap tindakan kita akan dinilai itulah yang mampu membimbing kita melawan arus kemusnahan hidup. Jika semasa kecil kita sering diingatkan ;

" Jangan buat tu...nanti Allah marah "

"Kenapa apabila sudah dewasa perkara tersebut tidak lagi dipercayai dan diimani? Pelik bukan?"


Menjadi tanggungjawab kita sebagai ahli masyarakat untuk mendalami masalah ini. Mungkin kes ini tidak melibatkan ahli keluarga kita. Namun tidak mustahil Allah akan menguji kita suatu hari nanti. Pendapat peribadi saya lebih cenderung untuk menilai kembali sistem kekeluargaan di Malaysia. Bagaimana ibu bapa memainkan peranan untuk mendekati dan memahami anak-anak mereka. Begitu juga dengan tanggungjawab anak-anak terhadap ibu bapa. Betapa banyak kes anak-anak menghantar ibu bapa ke pusat penjagaan orang tua. Semua isu ini sering berkait. Kita menjadi sebahagian daripadanya.

Sebagai generasi muda yang akan membina keluarga sendiri nanti. Kita juga akan mempunyai anak dan kita akan diuji dengan pelbagai dugaan. Bagaimana kita akan bertindak ketika itu? fikir-fikirkanlah. Jawapannya terletak kepada kebersediaan kita kini untuk melahirkan generasi Islam yang cemerlang bukan setakat di dunia tetapi turut cemerlang di akhirat.

" Apa acuannya? Tentulah syariatullah dan sunnah Nabi SAW. "

" Senang diungkap namun, bersediakah kita? "



We Are All in This Together

Mentioning Hajj, Its Virtues and an Encouragement to Undertake It

By Imam Zaid on 27 October 2009
Category: Messages

We will now continue our translation from Ibn Rajab al-Hanbali’s work, Lata’if al-Ma’arif. In this section, he begins a discussion of the Hajj and some of its virtues, pp. 400-402.

It is related in the two sound books (Bukhari and Muslim) on the authority of Abu Hurayra, from the Prophet, peace upon him, that he said, “The most virtuous acts are sincere faith in Allah and His Messenger; struggling in the way of Allah; and a righteous pilgrimage.” [17] In reality, these three actions return back to two acts. The first is faith in Allah and His Messenger, which involves the absolute affirmation of the existence of Allah and His Angels, His Scriptures, His Messengers, and Doomsday, as has been explained by the Prophet, peace upon him, in the Hadith where Gabriel questioned him, along with other narrations. Allah has mentioned these pillars of faith in several places in His Scripture, such as the beginning of Sura al-Baqara, its middle and its end.

The second is struggling in the way of Allah, be He exalted. Allah has connected these two principles at many places in His Scripture, such as His saying, exalted is He, O Believers! Shall I direct you to a commerce that will save you from a painful punishment? Believe in Allah and His Messenger, and struggle in the way of Allah with your wealth and with your lives… (60:10-11) Similarly, Rather, the believers are those who have believed in Allah and His Messenger and have thereafter never doubted; and that have struggled with their wealth and their lives in the way of Allah. They are the truthful. (49:15)

It has been accurately related from the Prophet, peace upon him, in more than one narration that the most virtuous of deeds is belief in Allah and struggling in the way of Allah. Pure faith, in the view of the righteous forebears and the People of Hadith encompasses the actions of the limbs. As for faith that is coupled with action, what is meant by that is the affirmation of the heart along with the affirmation of the tongue. This is especially true if faith in Allah is linked with faith in His Messenger, peace upon him, as is mentioned in this Hadith [the first one we have quoted above]. Faith firmly established in the heart is the source of every good. With it worldly and otherworldly happiness is obtained, along with salvation from worldly and otherworldly wretchedness.

When faith is firmly rooted in the heart all of the limbs undertake righteous deeds. The tongue undertakes pleasant speech, as the Prophet, peace upon him, mentioned, “Verily, in the body there is an organ, if it is sound the entire body is sound and if it is corrupt, the entire body is corrupt. Surely, it is the heart.” [18]

There can be no soundness for the heart without faith in Allah and what it designates of knowledge of Allah and upholding His oneness, His reverence, His love, hoping for good from Him, being remorseful to Him [if one slips into sin] and relying on Him. Hasan [al-Basri] mentioned, “Faith does not come through wishing, nor through pleasantries. Rather, it is what becomes firmly rooted in the heart and is testified to by [righteous] actions.” This meaning is affirmed by Allah’s statement in the Qur’an, exalted is He, Rather, the believers are those who when Allah is mentioned their hearts are rendered reverent; and when His signs are recited unto them they are increased in faith, and they trust in their Lord. They are the believers in truth. They will have special stations with their Lord, forgiveness and an abundant provision. (8:3-4)

When the servant tastes the sweetness of faith and fully experiences it, its fruit appears on his tongue and limbs. His tongue finds sweetness in the remembrance of Allah and all associated with it. The limbs hasten to obey Allah. It is then that the love of faith enters the heart; just as intensely cold water on an excruciatingly hot day enters the body of one suffering from severe thirst.

Leaving faith becomes more hated to the hearts than being hurled into a fire, and more detestable than being slowly tortured to death. It is related from Ibn Mubarak on the authority of Abi al-Darda’ that he entered Medina and said, “What is wrong O People of Medina! I do not sense you manifesting the sweetness of faith. I swear by the one holding my soul in His Hand, if a bear in the forest were to experience the flavor of faith, the sweetness of faith would be visible on him.”


istareh ..